Puisi merupakan suatu bagian dalam karya sastra yang berasal dari hasil ‘perasaan’ yang diungkapankan oleh penyair dengan bahasa yang menggunakan irama, rima, matra, bait, dan penyusunan lirik yang berisi makna.
Di dalam puisi terkandung suatu ungkapan perasaan dan pikiran dari para penyair yang menggunakan imajinasinya. Penyair dalam menyusun puisi, kemudian berkonsentrasi dengan kekuatan bahasa, baik secara fisik maupun batin. Sebuah puisi harus mengutamakan bunyi, bentuk, serta makna yang terkandung untuk disampaikan. Keindahan pada puisi menjadi kualitas estetika yang begitu indah.
Pada awalnya, istilah “puisi” berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu: poiéo atau “poió” (ποιέω/ποιῶ), yang dalam bahasa Inggris adalah “I create” yaitu seni tertulis. Menurut Wikipedia (2017) bahwa dalam bentuk seni tertulis ini, seorang penyair menggunakan bahasa untuk menambah kualitas estetis pada makna semantis.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter, dan rima, adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Pandangan kaum awam biasanya membedakan puisi dan prosa dari jumlah huruf dan kalimat dalam karya tersebut. Puisi lebih singkat dan padat, sedangkan prosa mengalir seperti mengutarakan sebuah cerita.
Kebanyakan dari para ahli modern, menggunakan pendekatan dengan lebih mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur saja, tetapi sebagai perwujudan imajinasi individu manusia yang menjadi sumber segala kreativitas. Pada titik ini, puisi merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hati yang sedang dialaminya.
Baris-baris di dalam puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag, dan lain-lain). Hal tersebut merupakan cara yang digunakan penulis untuk menunjukkan gagasan dan arah pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata atau suku kata yang terus diulang-ulang.
Mungkin bagi pembaca, hal ini membuat puisi menjadi sulit dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya tersebut. Ingat bahwa, tak ada yang bisa membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru. Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu 'pemadatan kata'.
Kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih, mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar.
Menurut Wipedia (2017), pada beberapa daerah di Indonesia, puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Dalam hal ini, beberapa kalangan cenderung tidak berpatokan pada kaidah awal puisi.
Unsur Dalam Puisi
Unsur-unsur dalam puisi, biasanya meliputi dua bagian, yaitu: 1) struktur fisik; dan 2) struktur batin dari sebuah puisi.
1. Struktur fisik puisi
Struktur fisik puisi terdiri dari:
- Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
- Diksi, merupakan pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang mengandung sedikit kata-kata, tapi dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
- Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang mampu untuk mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
- Kata konkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misalnya kata konkret “salju” yang melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata konkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
- Gaya bahasa, yaitu penggunaan bahasa yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
- Rima atau Irama, adalah persamaan bunyi pada puisi, baik pada awal, pertengahan, dan akhir dari baris puisi. Rima mencakup: Onomatope, yaitu tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi. Bentuk intern pola bunyi, yaitu bentuk aliterasi, asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan lain sebagainya. Pengulangan kata atau ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya bunyi. Rima sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
2. Struktur batin puisi.
Struktur batin puisi terdiri dari beberapa bagian, yaitu:
- Tema atau makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
- Rasa (feeling), dalam hal ini ‘rasa’ menyangkut sikap seorang penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
- Nada (tone), adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk bisa memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
- Amanat, tujuan, dan maksud (intention); yaitu pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca.
Oleh: Abdy Busthan